Cute Pink Kaoani

Jumat, 25 Januari 2013

Cerita Pendek

                           KENANGAN SEORANG SAHABAT

“Karin! Sudah hampir setengah jam kamu di dalam! Ayo cepat!” terdengar suara wanita sambil menggedor-gedor pintu kamar mandi. Yap, wanita itu adalah orang yang melahirkanku ke dunia ini yaitu ibuku, dia memang sudah biasa mengeluarkan suaranya yang nyaring ketika membangunkanku, memanggilku untuk sarapan, atau ketika aku lama di dalam kamar mandi. Segera aku keluar dari kamar mandi dengan handuk terbungkus di kepalaku. “Ayo turun dan cepat sarapan, kamu tidak mau terlambat di hari pertamamu sekolah kan?” suara nyaring ibuku terdengar lagi dari lantai bawah. “Iya ibu sebentar lagi” kataku sambil memakai seragam putih abu-abu serta menyisir rambut, hari ini adalah hari baruku menginjak SMA. Topi, dasi, sabuk, sepatu hitam harus siap sedia karena aku tidak mau dihukum di hari pertamaku MOS. Aku turun dan langsung menuju meja makan dan terlihat nasi goreng serta susu yang telah disiapkan. Dengan sekejap aku menghabiskan sarapanku, setelah itu langsung berangkat bersama ayah dan kakakku.

Akhirnya sampai juga, tetapi bel masuk belum berbunyi. Aku melihat-lihat pemandangan di sekolah baruku, tanpa sengaja aku menemukan papan pengumuman yang menunjukan di kelas mana aku ditempatkan, dengan membaca sekilas aku melihat nama Diandra Gissele masuk kelas yang sama denganku, aku berteriak kegirangan karena Gissele adalah sahabatku sejak SD tanpa sadar aku menabrak seorang laki-laki,
“Maaf aku tidak sengaja” dengan nada menyesal.
“Tidak apa-apa, kamu murid baru?” menatapku dengan tersenyum tulus,
“Iya bener aku murid kelas 10, em kamu tau gak dimana kelas 10D karena aku sedikit tersesat” jawabku agak malu. Dia mengantarku ke kelas, di sepanjang perjalanan kami berbincang-bincang, saat sampai di kelas aku mengucapkan terimakasih, aku senang sekali bisa bertemu dengan dia karena dia ramah, keren, tinggi, putih dan tampan. Saat di kelas aku menceritakan semuanya kepada Gissele dan dia tertawa kecil mendengarnya, katanya “Heh, Karin dia itu kakak kelas dan juga ketua osis kalo gak salah namanya Kevin”. Hari MOS telah berlalu, ternyata kelasku dan Gissele di acak lagi alhasil aku dan dia pisah kelas. Rasa tidak ingin berpisah dan sedih bercampur jadi satu, huh!

Aku dan kak Kevin menjadi tambah akrab tapi sayangnya hanya sebatas adik dan kakak karena dia sudah menganggapku seperti adik baginya. Tiba-tiba terdengar gosip kak Kevin suka dengan Gissele. Saat aku berbicara dengan kak Kevin aku bertanya kepadanya, dia menjawab “Aku dan Gissele baru saja jadian”, saat kata-kata itu kudengar jantungku serasa berhenti. Aku kecewa banget karena dia adalah cinta pertamaku dan aku juga marah kepada Gissele karena dia mau menerima kak Kevin menjadi pacarnya, padahal Gissele sudah tau kalau aku suka sama kak Kevin tapi kenapa dia mengkhianatiku. Setelah kejadian itu persahabatan aku dan Gissele putus, kami jarang bertemu dan berbicara seperti dulu lagi. Meskipun sakit tetapi aku belajar untuk memaafkan Gissele, akhirnya dendam di dalam hatiku telah sirna.

Waktu terus berputar, tanpa terasa tahunpun berganti. Akhir-akhir ini aku merasa Gissele selalu murung dan tidak seperti biasanya. Berita yang beredar kalau Gissele mengidap penyakit tumor diperutnya sejak beberapa tahun ini. Tetapi setiap bertanya, dia gak pernah mau cerita dan jujur padaku. Seiring berjalannya waktu, perut Gissele membesar, tetapi aku masih belum percaya dengan berita tersebut. Aku desak Gissele untuk menceritakan apa yang terjadi padanya, akhirnya Gissele mau bercerita bahwa dia sedang mengidap penyakit tumor. Aku terkejut mengetahuinya, tanpa terasa ku teteskan air mata, mengapa baru sekarang dia cerita padaku. Seminggu berlalu aku mendengar Gissele diputuskan kak Kevin karena keadaannya. Rasa marah, sedih dan iba bercampur jadi satu di hatiku. Gissele masih sekolah, tapi dia merasa kecil hati dengan kondisi tubuhnya, sampai akhirnya dia dirawat di Rumah Sakit. Aku menjenguknya dan memberikan semangat padanya agar Gissele tidak putus asa.

Pagi hari yang gelap karena hujan turun deras, aku duduk melamun di kamarku memikirkan keadaan Gissele, tiba-tiba handphoneku berbunyi dan berasal dari ibunya Gissele memanggil. “Halo assalamu’alaikum, bisa bicara dengan Karin?”, nada suaranya tampak berat sepertinya dia sedang menangis. “Iya tante, ada apa? Dan bagaimana keadaan Gissele tante?” tanyaku ragu, “Gissele sekarang sudah berada di sisi Yang Maha Kuasa”, belum sempat aku mengucapkan turut berduka cita, tut.. tut.. tut.. telfon tiba-tiba terputus. Aku menangis dan menyesali dengan semua yang terjadi, “Maafkan sahabatmu ini Sel!” tangisku. Aku datang ke rumah Gissele untuk melihat dia terakhir kalinya, setibaku disana aku melihatnya terbaring kaku, dan dikelilingi keluarganya yang sedang menangis dan tiba-tiba pandanganku menjadi gelap. “Sel…..” panggilku, “Sudahlah Rin, relakanlah kepergian Gissele, agar dia tenang di sana” ibu Gissele ada disampingku, dan memberikan selembar kertas padaku, “Ini dari Gissele untuk kamu, dia menulisnya saat dia sedang berada di Rumah sakit”, “Makasih tante” aku menangis. Tante pun meninggalkanku sendiri di kamar tidur Gissele dan perlahan-lahan aku pingsan, dengan cepat keluarga Gissele menolongku. Saat tersadar, aku melihat foto di meja samping tempat tidur Gissele, betapa lembutnya senyum Gissele di foto itu. Jemariku membuka kertas itu perlahan-lahan, dan aku pun mulai membaca kata demi kata disurat itu :
“Sebelumnya aku minta maaf atas kejadian sebelumnya, bukan maksudku untuk merebut kak Kevin dari kamu dan mengkhianati persahabatan kita, tetapi dulu aku tulus mencintai dia, tapi sekarang aku sudah udah putus sama dia, karena dia bukan laki-laki yang baik. Karin, kamu adalah sahabat terbaik yang pernah ku miliki dan aku berharap semoga kita bisa bersahabat selamanya. Jika aku pergi hapus air matamu ya, karena aku tidak mau melihat kamu bersedih lagi karena aku dan tersenyumlah lagi secerah matahari untuk aku”
Gissele.

Keesokan harinya aku teringat ternyata Gissele hari ini berulang tahun, dengan cepat aku bangun dan mengikuti pemakaman Gissele. Saat tiba di pemakaman aku tidak tega melihat pemakaman Gissele karena mengingatkanku akan kenangan kami berdua dulu, tetapi aku mencoba untuk tegar dan melangkahkan kaki menuju makamnya. Setelah pemakaman selesai dan saat semua orang sudah pulang, aku sendiri di makam itu, sepi. Aku menangis disamping nisan Gissele, walaupun air mataku tidak hentinya keluar serta dengan suara berat aku menyanyikan happy birthday untuk Gissele, dan menatap nisan yang ada di hadapanku. Di makam yang sunyi itu, aku masih menangis sendiri, sebelum pulang aku meninggalkan secarik kertas yang berisi balasan surat Gissele, walau mungkin tak akan pernah dibaca olehnya, tapi itulah kenangan terakhirku untuknya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar